Selasa, 15 Juli 2014

Psikologi Kematian

Setiap orang berusaha menghindari semua jalan yang mendekatkan diri ke pintu kematian. Pemberontakan dan penolakan akan kematian ini telah melahirkan dua mahzab psikologi kematian. Pertama sebut saja mahzab religius, yaitu orang yang menjadikan agama sebagai rujukan bahwa keabadian setelah mati itu ada, dan seorang religius menjadikan kehidupan akhirat sebagai objek dan target paling tinggi. Apapun yang dilakukan di dunia dimaksudkan sebagai investasi kejayaan di akhirat. Mahzab kedua adalah mahzab sekuler yang tidak peduli dan tidak yakin akan adanya kehidupan setelah mati.
Bagi yang beriman, keabadian hidup akan selalu dikaitkan dengan janji Tuhan akan balasan di akhirat sehingga mendorong untuk selalu berbuat baik dan menjalani hidup dengan optimis. Sebaliknya yang mengingkari kehidupan akhirat, kenikmatan duniawi merupakan target puncak, namun mereka tetap ingin meninggalkan nama baik agar dikenang sejarah, antara lain dengan mendirikan monumen, bangunan, menulis buku, dsb.
Sebenarnya kita mengalami makna lahir dan mati setiap hari dalam hitungan 24 jam. Rosulullah SAW mengajarkan pada umatnya bahwa setiap akan tidur, kita diajak memasuki alam kematian. Bismika allahumma ahya wa amut – Ya Allah, dengan asma-Mu aku menjalani hidupdan dengan asma-Mu malam ini aku mau mati – Begitu bangun tidur, Rosulullah mengajarkan untuk berdo'a –Alhamdulillah alladzi ahyana, ba'dama amatana, wailahin nusyur – Segala puji bagi-Mu Ya Allah, yang telah menghidupkan diriku setelah kematianku, dan hanya kepada-Mu nantinya kami semua akan berpulang.
Sedangkan tiap pagi adalah hari kelahiran, begitu bangun tidur, sebuah tawaf kehidupan dimulai, apapun yang kita lakukan harus tetap berkiblat pada Allah dan untuk menjaga agar tidak menjauh dari orbit Ilahi, kita diperintahkan untuk menjalankan shalat lima waktu sebagai forum pertemuan dengan sang Khalik. Karena sebagai agen Tuhan, manusia diberi keunggulan Head, Heart and Hand yang mampu merubah apa yang ada di bumi. Semua ini bisa bekerja lebih sehat jika dalam operasionalnya sejalan dengan sabda-sabda-Nya. Dalam menjalani kehidupannya, seringkali manusia dihadapkan dengan ujian dan godaaan dalam beragam bentuk. Hijrah menjadi sebuah proses metamorfosis untuk meraih kualitas hidup lebih tinggi. Setiap peristiwa hijrah selalu menjanjikan kemenangan selama kita benar-benar ikhlas dan sadar dalam menjalaninya. Namun sesungguhnya kemenangan kita tidak ada artinya untuk orang lain. Sekarang bayangkan kita sedang berdiri menghadap laut lepas, lalu lemparkanlah sebuah batu kerikil di tengah lautan, maka yang terjadi adalah cipratan air dan riak kecil yang berlangsung kurang dari satu menit, kemudian menghilang. Kita tidak tahu lagi kemana batu kerikil yang dilempar tadi. Peristiwa ini sama seperti keberadaan kita yang terlempar ke dunia, tak ubahnya seperti batu kerikil tadi, telempar ke ruang semesta yang luasnya tak terjangkau nalar. Kita terlahir, tumbuh kemudianmenghilang ditelan kematian. Untuk itu kita perlu renungi apa makna kehidupan ini sebelum kematian datang.
Makna dan harga sebuah kehidupan adalah berjenjang. Faktor usia, tingkat pendidikan, dan status ekonomi serta nasib akan mempengaruhi dalam memahami dan menghayati makna hidup. Makna kata yang paling tepat adalah "islam" yaitu pasrah, sujud, dan takluk serta rindu pada Tuhan. Mengapa hidup ini sangat berharga? Karena kita akan mati, meskipun hakikat kematian serta apa yang terjadi setelahnya selalu menyimpan misteri yang tidak pernah terungkap. Karena kematian merupakan kepastian, maka secara psikologis pengaruhnya sangat besar dalam bawah sadar seseorang dan dalam perilaku manusia. Merenungkan makna kematian bukan berarti lalu kita pasif. Sebaliknya, justru lebih serius menghadapi hidup, mengingat fasilitas umur kita yang teramat pendek.
Umur memiliki makna positif yang bertalian dengan tingkat produktifitas seseorang. Jalan pikiran ini sesuai dengan konsep dan ajaran "amal jariyah". Dalam islam, siapapun yang telah meninggal dunia, orang itu masih berproduksi amalnya, jika ia mewariskan keturunan yang saleh, ilmu yang membawa manfaat bagi kemanusiaan, dan harta benda serta amal yang memberi nilai guna bagi kebajikan agama dan masyarakat. Banyak orang yang telah wafat namun mereka itu terasa masih hidup di tengah-tengah kita karena warisan amalnya. Jika konsep panjang umur berkaitan dengan produktivitas seperti itu maka kita tidak saja dituntut melakukan kerja keras (hard work), melainkan juga bekerja secara efektif dan cerdas (smart work). Untuk itu perlu badan sehat, ilmu pengetahuan dan ketrampilan. Dengan kata lain, intelektualitas, profesionalitas, moralitas dan spiritualitas adalah pilar-pilar penyangga dan penyambung mata rantai umur manusia agar seseorang hidup abadi baik di mata sejarah maupun di mata Tuhan. Ruh seseorang tidak mengenal kematian, melainkan hanya berpindah dunia. Jadi nilai yang paling berharga bagi kehidupan rohani adalah prestasi yang melewati ukuran-ukuran materi.
Manusia merupakan puncak ciptaan Allah dan semesta ini ditundukkan untuk manusia sehingga manusia diberi gelar khafilatullah atau mandataris Allah di muka bumi, maka aktivitas kita sebagai mandataris Allah tetap harus sejalan dengan kehendak yang memberi mandat. Keabadian akan diraih ketika seseorang sanggup keluar dari kurungan "kemarin"dan "besok" lalu masuk dalam kesadaran dan penghayatan secara optimal ke dalam momentum "sekarang" dan "disini". Orang yang selalu berpikir tentang masa lalu sehingga mengabaikan hari ini ataupun tenggelam membayangkan hal-hal yang belum terjadi di masa depan sehingga peluang hari ini sirna, berarti dia telah lari meninggalkan ruang keabadian, yaitu momentum 'here and now". Mungkin disitu terletak rahasia ajaran Rasullulah yang mengatakan bahwa semua tindakan akan sia-sia jika tidak dilandasi dengan niat yang tulus dan benar.
Dengan yakin adanya kehidupan lain adalah kematian, maka kita selalu diajak berpikir mengenai persiapan dan agenda masa depan, karena hidup ini tanpa disadari lebih banyak diarahkan oleh apa yang kita bayangkan dan inginkan agar terjadi di masa depan. Kita mengenal di psikologi istilah insting kematian (death instinc), yaitu seseorang memiliki firasat akan datangnya kematian dalam waktu dekat. Namun firasat ini biasanya baru disadari setelah kematian tiba. Pertanyaan yang sering muncul, bagaimana kita memahami fenomena ini? Mengapa sesorang sering berperilaku aneh sebelum meninggal? Adakah itu tanda-tanda khusnul khotimah sebagai isyarat kebahagiaan akhirat yang telah menanti? Orang yang saleh dan memperoleh khusnul khotimah adalah mereka yang hati dan bibirnya selalu berdzikir mengingat Allah ketika sakaratul maut sampai datangnya malaikat Izrail menjemput ruhnya.
Dalam ajaran islam, kematian itu selalu diingatkan setiap saat, terutama menjelang tidur. Jika senatiasa ingat Allah dan ingat kematian sebagai jalan kedekatan pada-Nya, maka apapun yang dilakukan dan dimanapun berada, di setiap saat dan tempat, sesungguhnya kita telah menapaki batu-bata menuju kematian. Bagaimana penyebab kematian akan dipengaruhi do'a dan pilihan jalur yang kita tempuh. Maka berdo'alah dan titipkan pesan pada Tuhan, jalan apa dan dimana untuk bertemu Izrail, karena pasti Allah mendengarkan permohonan setiap hamba-Nya.
Sebagai pelengkap, tambahkan 5 pekerjaan sebelum tidur sebagai salah satu cara kita menyerahkan hidup pada sang pencipta:
1. Khatamkan Al-Qur'an yang setara dengan membaca Al-Ikhlas sebanyak 3 kali, karena nilai Surat Al-Ikhlas adalah 1/3 Al-Qur'an.
2. Laksanakan Haji dan Umrah serta ziarah ke makam nabi yang dapat kita lakukan dengan bertasbih sebanyak 10 kali.
3. Harapkan syafa'at dari nabi dan rasul dengan membaca shalawat Ibrahimiyah sebanyak 3 kali.
4. Bentengi diri dengan bacaan ayat Qursy, Al-Falaq, dan An-Nass, masing-masing sekali.
5. Minta ampun, istighfar untuk diri kita, orang tua, dan saudara-saudara sesama muslim di dunia.

Diambil dari buku "Psikologi Kematian; Mengubah
Ketakutan Menjadi Optimisme" karangan: Komarrudin Hidayat.

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar